MAKALAH
ADANYA PUNGLI (PUNGUTAN LIAR) DI JEMBATAN TIMBANG
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perundang-undangan II
OLEH:
PRADITYA
SEPTA HISE SAPUTRA
KELAS
2A
NOTAR:
12.01.018
JURUSAN
DIPLOMA IV TRANSPORTASI DARAT
SEKOLAH TINGGI TRANSPORTASI DARAT
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi memiliki peranan
penting dan strategi dalam pembangunan nasional, mengingat transportasi
merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan
dan kesatuan serta mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan. Pentingnya
transportasi sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial ekonomi, politik, dan
pertahanan keamanan memiliki dua fungsi ganda yaitu sebagai unsur penunjang dan
sebagai unsur pendorong. Sebagai unsur penunjang, transportasi berfungsi
menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk memenuhi kebutuhan berbagai
sektor dan menggerakkan pembangunan nasional. Sebagai unsur pendorong,
transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk membuka
daerah-daerah yang terisolasi, melayani daerah terpencil, merangsang
pertumbuhan daerah tertinggal dan terbelakang.
Semakin tingginya kebutuhan
masyarakat akan permintaan barang menyebabkan banyaknya armada angkutan barang
yang overload atau mengangkut muatan
melebihi beban tonase yang diizinkan. Terjadinya pelanggaran kelebihan muatan tentunya
mempengaruhi kondisi jalan yang dilewati angkutan barang karena jalan memiliki
batas maksimum dalam menanggung beban. Dapat
dilihat banyak jalan rusak berat akibat truk-truk angkutan yang melebihi
tonase. Hal ini disebabkan karena toleransi jumlah barang yang diizinkan masih
50-60%, artinya jalan yang direncanakan untuk beban sumbu tunggal 8 sampai 10
ton masih diizinkan dilewati truk dengan sumbu tunggal 16 ton. Dengan toleransi
setinggi ini kerusakan jalan terjadi 6.5% kali lebih cepat.
Melihat
banyaknya angkutan barang yang melebihi beban tonase yang diizinkan,
dikembalikan lagi pada pengawasan dan kontrol muatan angkutan barang pada
jembatan timbang. Adanya pungli (pungutan liar) yang terjadi di jembatan
timbang mengakibatkan angkutan barang yang overload
tetap lolos dan melanjutkan perjalanan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran pungli yang terjadi
di jembatan timbang?
Apa penyebab adanya pungli di jembatan timbang?
Apa dampak akibat adanya
di jembatan timbang?
Apa strategi penyelesaian masalah pungli di jembatan
timbang?
1.3 Maksud
Maksud dilaksanakannya penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran, penyebab, dan dampak pungli yang
terjadi di jembatan timbang beserta solusi penyelesaiannya.
1.4 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya penulisan makalah
ini antara lain:
1. Memenuhi
tugas Mata Kuliah Perundang-undangan
2. Mengetahui
gambaran mengenai pungli di jembatan timbang.
3. Mengetahui
penyebab terjadinya pungli di jembatan timbang.
4. Mengetahui
dampak akibat pungli di jembatan timbang.
5. Menentukan
strategi penyelesaian masalah pungli di jembatan timbang.
1.5 Pembatasan Masalah
Pada penulisan makalah ini,
pembatasan masalah hanya gambaran, penyebab, dampak, dan solusi masalah pungli
yang terjadi di jembatan timbang.
1.6 Sistematika Penulisan
Makalah ini dibagi menjadi tiga bab,
yaitu:
Bab
I Pendahuluan
Berisi
tentang latar belakang penulisan makalah, rumusan masalah, maksud, tujuan,
pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.
Bab
II Pembahasan
Berisi
gambaran umum, penyebab, dampak, dan solusi masalah pungli di jembatan timbang.
Bab
III Penutup
Berisi mengenai
kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini dan saran-saran.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Jembatan
Timbang
2.2 Pengawasan muatan barang diatur
dalam Undang-undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
dimana pada pasal 169 ayat 3 disebutkan bahwa “pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan menggunakan alat
penimbangan”. Dalam penyelenggaraanya, alat penimbangan yang sering disebut
jembatan timbang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 5 Tahun
1995 Tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan yang
menyebutkan bahwa “Alat penimbangan adalah seperangkat alat untuk menimbang kendaraan
bermotor yang dapat dipasang secara tetap atau alat yang dapat
dipindah-pindahkan yang digunakan untuk mengetahui berat kendaraan beserta
muatannya “ Dengan adanya
jembatan timbang, beban muatan barang dapat diawasi dan dikontrol sehingga
mencegah terjadinya kerusakan jalan maupun hal-hal lain yang ditimbulkan akibat
kelebihan muatan.
2.2 Pungli
(Pungutan Liar) di Jembatan Timbang
2.2.1 Pengertian Pungli
Secara
umum pungli diartikan sebagai pungutan yang dilakukan secara tidak sah atau
melanggar aturan, oleh dan untuk kepentingan pribadi oknum petugas. Pungli
adalah penyalahgunaan wewenang, tujuannya untuk memudahkan urusan atau memenuhi
kepentingan dari si pembayar pungutan. Jadi pungli melibatkan dua pihak
(pengguna jasa dan oknum petugas), melakukan kontak langsung untuk melakukan
transaksi rahasia maupun terang-terangan. Oleh sebab itu, pungli pada umumnya
terjadi pada tingkat lapangan,dilakukan secara singkat dengan imbalan langsung
(biasanya berupa uang).
Menurut
KPK, pungli termasuk gratifikasi yang merupakan kegiatan melanggar hukum, dalam
hal ini diatur dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana
Korupsi. Sesuai UU tersebut, pidana bagi pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang melakukan gratifikasi adalah pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pungli yang terjadi
pada jembatan timbang yaitu pengemudi angkutan barang memberikan atau diminta
memberikan barang yang biasanya berupa uang kepada petugas jembatan timbang
dengan tujuan kendaraannya yang overload
dapat lolos dari penimbangan dan selanjutnya dapat melanjutkan perjalanan.
2.2.2 Penyebab Terjadinya
Pungli di Jembatan Timbang
Dari sisi
pemberi, pungli yang terjadi di jembatan timbang disebabkan karena adanya
niatan untuk mengangkut muatan sebanyak-banyaknya dengan tujuan memperkecil
biaya distribusi, sehingga operator memberikan upah yang disebut pungli kepada
petugas jembatan timbang untuk meloloskan kendaraannya yang melebihi muatan.
Dari sisi penerima,
pungli yang terjadi di jembatan timbang disebabkan karena petugas memanfaatkan
situasi yang ada untuk memperkaya diri sendiri dengan cara menarik pungli bagi
operator yang ingin lolos penimbangan walaupun muatannya melebihi batas yang
diizinkan.
Dari sisi pengawas atau
pemerintah, pungli yang terjadi di jembatan timbang disebabkan karena mekanisme pengawasan yang tidak berjalan dengan
efektif. Kebijakan zero tolerance berdasarkan
peraturan yang ada tidak lagi berjalan dengan optimal. Seharusnya, setiap ada
supir yang membawa angkutan melebihi tonase, petugas menerbitkan surat
dispensasi, supir harus membayar denda atau
menurunkan muatan berlebih
tersebut. Selain itu, belum adanya sanksi yang tegas pada oknum
pelanggar membuat regulasi mengenai
pungli kerapkali diacuhkan,
sedangkan mekanisme pengawasan yang semestinya dijalankan juga tidak
berjalan optimal.
2.2.3 Pihak yang Bertanggugjawab Atas Terjadinya
Pungli di Jembatan Timbang
Pungli yang terjadi di
jembatan timbang adalah tanggung jawab Kepala Dinas Perhubungan (Dishub). Tetapi
tampaknya sejauh ini belum pernah ada seorang Kepala Dishub pun yang diberi
sangsi akibat pungli yang dilakukan oleh bawahannya. Di pihak lain, pengawasan
oleh DPRD sepertinya juga tidak mempan sama sekali. Kepala Dishubkominfo
biasanya melakukan pengawasan internal dengan cara inspeksi mendadak (sidak),
pengawasan secara langsung melalui CCTV live streaming dan laporan langsung
secara on line ketika terjadi penimbangan angkutan barang di jembatan
timbang.Yang diperiksa dalam inspeksi mendadak biasanya hanyalah kehadiran
pegawai, kelengkapan fasilitas, catatan ijin dispensasi muatan, laporan keuangan,
keluhan supir angkutan barang dan berbagai data lainnya yang menyangkut
pelayanan petugas di jembatan timbang.
Mungkin
patut dicurigai, bahwa para pejabat yang seharusnya melakukan pengawasan juga
menikmati atau mendapatkan bagian dari hasil pungli tersebut. Dengan kata lain,
pungli di jembatan timbang sepertinya bukan tindakan individual para pegawai
jalanan melainkan sudah merupakan kejahatan yang terorganisir. Karena itulah
KPK mendesak Kementrian Perhubungan untuk melakukan pembenahan sistemik,
termasuk dalam hal ini adalah pembenahan pada dinas-dinas perhubungan di
berbagai provinsi dan kabupaten. Usulan tentang pembenahan sistemik ini
diajukan karena mekanisme pengawasan tidak berjalan. Dengan kata lain,
pengawasan internal yang dilakukan Kepala
Dinas
Perhubungan dan Gubernur tidak mampu, tidak berani atau tidak mau menindak
praktik pungli. Karena itu “pembenahan
sistemik” sebenarnya adalah istilah halus untuk “pemecatan” para
pimpinan yang tidak berhasil menghapus pungli, ketika mekanisme pengawasan
termasuk penggunaan CCTV tidak lagi efektif.
2.2.4 Dampak Adanya Pungli di Jembatan Timbang
Dari segi pemerintahan, pungli pada jembatan timbang mengganggu
hubungan antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum.
Jembatan timbang yang meloloskan angkutan barang overload mengakibatkan kerusakan jalan yang merupakan tanggung
jawab Kementerian Pekerjaan Umum. Jika dibiarkan terus menerus, kondisi ini
akan merambat ke sektor pemerintahan lain.
Sedangkan
dari tinjauan sosiologi hukum, pungli menyebabkan bengkaknya biaya sosial yang
harus dikeluarkan oleh masyarakat. Biaya sosial itu misalnya kerusakan jalan
yang disebabkan oleh berlebihannya muatan tonase yang mengakibatkan jalan rusak
sebelum waktunya, dan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung
akanmerasakan dampaknya. Secara langsung, jalan yang rusak akan menyebabkan
kerugian berupa cepat rusaknya kendaraan dan tingginya kecelakaan. Secara tidak
langsung, pajak yang dibayarkan masyarakat yang seharusnya dapat digunakan
untuk prioritas kebutuhan lainnyaakan terkuras untuk perbaikan infrastruktur
jalan raya. Karena sifatnya yang tersembunyi, maka hanya kelompok tertentu saja
yang mampu memperkaya diri dengan cara pungli tersebut. Rusaknya jalan raya
menjadikan biaya operasional kendaraan meningkat. Karena banyak ruas jalan yang
rusak dan gampang rusak setelah
diperbaiki maka di Indonesia biaya operasional kendaraan lebih tinggi
dibanding di negara-negara lain di Asia. Berdasarkan hasil Survei Bank Dunia
2010, Indonesia menduduki peringkat ke-75 dari 150 negara dalam Peringkat
Global Indeks Kinerja
Logistik. Ini dibarengi dengan pungutan resmi dan tidak resmi oleh pegawai
DinasPerhubungan, polisi dan preman yang besar, yang bisa mencapai setengah
dari keseluruhan biaya operasional tersebut. Bahkan menurut Organda, pungutan
liar di jalan raya, terutama terhadap truk-truk pengangkut barang bisa mencapai
Rp18 miliar per tahun. Kelebihan muatan bagi pemilik barang dan operator
angkutan yang dilakukan dalam rangka menutupi pengeluaran operasi yang
disebabkan oleh pungutan liar yang dilaksanakan oleh oknum petugas maupun
preman bisa mencapai 11% dari total biaya operasi. Itu semua berakibat pada
jeleknya iklim investasi di Indonesia. Pemilik usaha gagal mencapai target
pasar yang menguntungkan. Kegiatan perdagangan antar daerah terhambat, dan
lebih dari itu para pengusaha lokal tidak mampu melakukan integrasi ke dalam
pasar yang lebih besar (Asia Foundation, 2008). Kerugian negara (pemerintah dan
masyarakat) bisa mencapai ratusan trilyun tiap tahunnya.
2.2.5 Penyelesaian Masalah Pungli di Jembatan Timbang
Sebenarnya pungli sudah jelas fenomena maupun solusi
pemecahannya, yakni mengoptimalkan
fungsi pengawasan. Mekanisme
pengawasan tersebut terdiri dari strategi
mawas keluar (outward-looking
strategy) dan strategi mawas kedalam (inwardlooking-
strategy). Strategi mawas keluar adalah bagaimana pengawasan tersebut
membentuk manusia dan berbagai kelembagaan yang berada di luar organisasi
menjadi disiplin dan taat hukum. Sebaliknya, strategi mawas ke dalam adalah
bagaimana mekanisme pengawsan dapat membentuk pelaksana pengawasan yang
memiliki disiplin yang kuat. Dalam hubungannya dengan pengawasan yang terjadi
di jembatan timbang ini, sangat penting kiranya mengimplementasikan kedua
strategi di atas.
Pertama,
strategi mawas keluar dilaksanakan supaya membentuk organ-organ diluar instansi
yang terlibat langsung menjadi disiplin dan taat hukum. Organ-organ tersebut
terutama adalah para pengusaha dan para supir. Pungli tidak akan dapat
diberantas jika kesadaran pengusaha dan supir masih sangat rendah dan acuh terhadap
peraturan. Para pengusaha akan
melakukan berbagai cara untuk dapat lolos dari pelanggaran dan mendistribusikan
barang dengan muatan yang banyak supaya mengurangi ongkos. Senada, para supir
yang adalah tangan kanan dari pengusaha, mereka telah diinstruksikan untuk
mencari kemudahan dalam meloloskan muatannya
dengan cara memberikan ‘mel’
(tips, uang semir,
suap) kepada petugas penjaga jembatan timbang. Oleh karena kesadaran
yang masih rendah dari para aktor ini, strategi mawas keluar berfungsi untuk
mampu membangun kesadaran organ-organ ini dapat lebih disiplin dan taat hukum.
Mekanisme pengawasan untuk mewujudkan
kesadaran organ-organ ini adalah dengan memberikan sanksi yang berat
kepada oknum pengusaha/supir yang tertangkap memberikan ‘mel’ kepada
petugas sebagai upaya represif.
Perlu juga memberikan semacam
kontrak kepada para pengusaha yang pernah tertangkap basah
supaya ada mekanisme hukum yang mengikat jika terjadi pelanggaran. Namun hal
itu tentu akan sia-sia jika petugas jembatan justru tidak mendukung upaya penghapusan pungli.
Kedua,
strategi mawas kedalam perlu digalakkan. Strategi ini sangat erat kaitannya
dengan upaya memperbaiki kelembagaan internal yang langsung berhubungan dengan
pengawasan operasional di jembatan timbang. Namun pihak pengawas sendiri
seringkali terbeli, dapat disuap atau bahkan memang meminta jatah dari hasil
pungli dari para pegawai yang diawasinya. Itu artinya bagaimana mungkin
mengandalkan pengawasan, jika aparat pengawasnya tidak dapat diandalkan. Mengingat
lingkaran setan pengawasan yang sepertinya tidak akan berkesudahan itu, ada
yang mengusulkan untuk memotong satu generasi. Artinya, semua pejabat yang
sekarang ini duduk di kursi pemerintah dipensiun-dini, diganti dengan
pejabat-pejabat baru yang masih muda dan memiliki moralitas yang bagus. Namun,
pesimisnya, pejabat muda pun sudah tercemar dengan moralitas buruk. Karena itu
kiranya sanksi yang sangat berat terhadap para pelaku pungli dan korupsi pada umumnya
perlu segera ditetapkan. Jika bukannya hukuman mati, minimal adalah pemiskinan dan
pemecatan dari jabatan tidak saja kepada pelakunya melainkan juga kepada para
atasannya, tidak hanya satu tingkat di atas melainkan dua tingkat. Jika begini,
maka para atasan terkondisikan untuk selalu mengawasi anak buahnya secara
seksama dan serius.
Pembenahan
kelembagaan internal juga termasuk memperbaiki kualitas regulasi serta
kemudahan terimplementasikannya regulasi tersebut, misalnya dalam hal
penindakan terhadap kelebihan muatan yang seharusnya diturunkan ditempat. Hanya
saja dalam hal ini masih banyak lokasi jembatan timbang yang tidak menyediakan
gudang untuk tempat penurunan barang bagi truk yang bermuatan lebih. Karena itu
infrastruktur memang masih perlu dibangun lebih baik lagi, selain aspek
suprastruktur yang dibenahi. Selain itu, perlu juga melakukan adopsi atas apa
yang dilakukan oleh Pemprov Jatim melalui JTCC-nya dengan
berbagai pembenahan disertai dengan kontrak integritas petugas
jembatan untuk meminimalisir ulah oknum petugas yang minta uang ‘mel’ dari para
supir.
Pembenahan
eksternal perlu pula dilakukan dengan mendorong pengguna jembatan timbang untuk
mentaati ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan.
Pelibatan sebanyak mungkin unsur-unsur masyarakat dan swasta secara
langsung dapat pula meminimalisir
praktek pungli di jembatan timbang. Pelibatan unsur masyarakat dan swasta
misalnya menjalin kerjasama dengan Bank Jateng atau lembaga lainnya untuk
membantu pengurusan administrasi denda yang masuk. Dengan adanya personil dari
instansi lain yang terlibat, akan memungkinkan mekanisme pengawasan berjalan
dengan lebih efektif. Pentingnya peran dan partisipasi masyarakat dalam
pemberantasan korupsi ternyata belum begitu mendapat perhatian dan dikaji
secara mendalam. Tanpa keterlibatan masyarakat, pungutan liar di jembatan
timbang nampaknya akan sulit dihapuskan
Kebijakan
zero tolerance berdasarkan peraturan
perlu diterapkan secara optimal. Setiap ada supir yang membawa angkutan
melebihi tonase, petugas menerbitkan surat dispensasi, supir harus membayar
denda atau menurunkan muatan
berlebih tersebut. Selain itu, harus
diberikan sanksi yang tegas pada oknum pelanggar untuk membuat regulasi
mengenai pungli tidak
diacuhkan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum pungli diartikan sebagai pungutan yang dilakukan
secara tidak sah atau melanggar aturan, oleh dan untuk kepentingan pribadi
oknum petugas. Menurut KPK, pungli termasuk gratifikasi yang merupakan kegiatan
melanggar hukum dimana pelakunya dapat dikenakan pidana penjara maupun pidana
denda. Pungli
yang terjadi pada jembatan timbang yaitu pengemudi angkutan barang memberikan
atau diminta memberikan uang kepada petugas jembatan timbang dengan tujuan
kendaraannya yang overload dapat
lolos dari penimbangan dan selanjutnya dapat melanjutkan perjalanan.
Pungli
pada jembatan timbang disebabkan oleh tiga unsur, petama yaitu pemberi (supir)
yang bertujuan meloloskan kendaraannya yang overload, kedua yaitu penerima
(petugas) yang bertujuan memperkaya diri sendiri, dan ketiga yaitu pemerintah
sebagai pengawas yang kurang optimal dalam pengawasan, kontrol, dan penindakan.
Dari
segi pemerintahan, pungli pada jembatan timbang mengakibatkan hubungan antar
sektor pemerintahan terganggu. Sedangkan dari sisi sosiologi
hukum, pungli menyebabkan jalan rusak dan selanjutnya mengakibatkan bengkaknya
biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh masyarakat.
Penyelesaian masalah pungli di
jembatan timbang dapat dilakukan antara lain:
1. Mengoptimalkan fungsi
pengawasan. Mekanisme pengawasan tersebut terdiri dari strategi mawas
keluar (outward-looking strategy) dan strategi mawas kedalam (inwardlooking- strategy).
2. Pembenahan kelembagaan
internal dan eksternal.
3. Menerapkan kebijakan zero tolerance pada pelanggar baik
pemberi (supir) dan penerima (petugas) sesuai dengan peraturan dan hukum yang
berlaku.
3.2 Saran
1. Pengkajian ulang terhadap mekanisme
penyelenggaraan jembatan timbang.
2. Pengkajian ulang tentang pengawasan pada jembatan
timbang.
3. Penindakan tegas pelaku pungli sesuai
peraturan dan hukum yang berlaku.
Sumber:
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: Km
5 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor Di Jalan.
http://eprints.undip.ac.id/
http://ejournal.unri.ac.idindex.phpJIANAarticledownload17211695/
http://kpk.go.id/gratifikasi/index.php/informasi-gratifikasi/tanya-jawab-gratifikasi/
Komentar
Posting Komentar